Kontraktor PT. Adhi Karya Pakai Tanah Urug Ilegal, Benarkah? 

Tanggungjawab utama terhadap legalitas material yang dipakai dalam proyek pembangunan jalan tol adalah Main - Contruction, termasuk tanah urug untuk digunakan penimbunan pembangunan jalan tol Yogyakarta - Solo

waktoe.ID, KLATEN, INDONESIA, Jum’at, 30 Agustus 2022 – Kontraktor pembangunan jalan Tol Yogyakarta – Solo, sebagian sudah pada proses pengurugan. Namun siapa sangka tanah urug tersebut diambil dari Kuari (quarry) yang berstatus liar/ilegal.

Beberapa Kuari, yang bekerjasama dengan PT. Adhi Karya selaku Main-Contruction pekerjaan jalan tol Solo-Yogyakarta, terdapat di beberapa titik yang berada di Desa Kebon Kecamatan Bayat, Sekarbolo Kecamatan Wedi dan ada juga di Krakitan. Kuari ini belum memiliki izin lengkap (izin produksi dan penjualan) belum mereka dapatkan.

Untuk mendapatkan izin ini, mereka harus mengajukan dan menyelesaikan dokumen lingkungan berupa UKL-UPL ( Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) serta Izin Tata Ruang dari Pemda Klaten. Dengan dokumen tersebut baru dapat untuk mengurus Izin Produksi dan Penjualan.

Lubis salah satu pengelola Kuari di Kebon, Bayat saat di konfirmasi mengiyakan pernah bekerjasama dengan PT Adhi Karya beberapa saat, namun karena pertambangannya belum memiliki izin yang lengkap maka dalam beberapa hari kemarin sudah di tutup oleh pemerintah.

Dokumen lingkungan Kuari di Kebon, Bayat masih proses pengurusan dan sempat dikembalikan dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Kab. Klaten. Hingga kini Kuari belum beroperasi lagi.

Saat ditanyakan jumlah ritase yang sudah di jual ke PT Adhi Karya?, Lubis tidak menghitungnya, apakah sudah ada 1000 Rit?, lupa, jawab Lubis.

Tetapi Kuari yang ada sudah melakukan kerjasama dengan kontraktor yakni PT.Adhi Karya untuk pengurugan dari titik Yogyakarta hingga Kebonarum.

Sementara, Oka Candra Sukmana, Kepala Proyek PT Adhi Karya, Jumat, 26 Agustus 2022, menyampaikan kebutuhan tanah urug di suplai oleh Subkontraktor, maka mewajibkan Subkontraktor untuk memakai timbunan yang legal. Resiko menggunakan ilegal menjadi tanggung jawab subkontraktor.

Bertempat di ruang kerjanya, Selasa, 30 Agustus 2022, Oka Candra Sukmana kembali menjelaskan kewajiban legalitas kuari ada di subkontraktor bukan ada di Adhi Karya, resiko ada di subkontraktor. Kami tidak ikut terlalu jauh, biar kami tidak ikut bertanggungjawab.

Sebetulnya, kita sadar, perizinan menjadi satu resiko, untuk itu izin saya lepas ke subkontraktor agar rentetannya jadi tanggungjawabnya. “Jadi kami mewajibkan legal untuk kuari sebagai suplai tanah urug di proyek jalan tol ini, “jelasnya.

Contoh, di Bayat itu masalah, sejak di tutup karena tidak ada izin, maka Kami tidak bisa memakai lagi, dan, kami juga tidak bisa memilahnya mana tanah yang berizin dan tidak, karena Subkontraktor tidak hanya mengambil satu titik kuari saja. “Kami hanya pesan Subkontraktor, jangan sampai masyarakat dirugikan, “jelasnya

Subkontraktor saat mengajukan permohonan kerjasama, menyampaikan bahwa barang kuari yang diajukan berbagai macam, seperti ada yang dalam proses, tidak ada izin, dan ada izin.

YANG MENENTUKAN LEGAL ATAU TIDAK LEGAL ITU PIHAK HUKUM, BUKAN KITA. SELAMA TIDAK ADA TINDAKAN HUKUM MAKA PT. ADHI KARYA TETAP MENERIMA TANAH DARI SUBKONTRAKTOR.

Masih terkait tanah urug untuk penimbunan jalan tol, Oka Candra Sukmana mengatakan,  PT.Adhi Karya, beberapa kali dipanggil Polda, setelah dinyatakan ilegal maka Kita stop pengambilan di Kuari tersebut. Maka, barang/ tanah ilegal dibuktikan dari hukum/kepolisian, dan putusan pidananya. Jadi yang bermasalah di kuarinya dan itu tanggungjawab Subkontraktor sebagai suplaiyer.

Terkait tanggungjawab Subkontraktor ini, sudah diterapkan di dalam MoU soal legalitas dan tanggungjawab di subkontraktor. Bahkan, Kita cek laboratorium tanah di titik-titik kuari, kita hanya mengecek tanahnya masuk atau tidak masuk, meskipun mereka belum memiliki izin.

Sub Kontraktor suplai tanah urug yang bekerjasama dengan PT. Adhi Karya lebih dari 10 (sepuluh) subkontraktor. Seperti Cahaya Indra Laksana dari Jogja dan lain lain.

Diketahui, Konsorsium PT Daya Mulia Turangga, PT Gama Group, PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Dua perusahaan swasta menguasai hampir 51 persen saham pada proyek jalan tol Solo-Yogyakarta-YIA Kulon Progo.

Proyek ini terbagi ke dalam dua provinsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah dengan ruas sepanjang 35,64 km dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan ruas sepanjang 60,93 km. Total panjang ruas dari pekerjaan ini mencapai 96,57 km dan terbagi dalam 3 seksi.

Seksi 1 Kartasura-Purwomartani (42,37 km), Seksi 2 Purwomartani-Gamping (23,42 km), Seksi 3 Gamping-Purworejo (30,77 km).

Tol ruas Solo-Yogyakarta-YIA Kulon Progo merupakan jalan tol yang akan menghubungkan ibukota Provinsi Jawa Tengah dan Ibu Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan melewati Kawasan strategis pariwisata nasional, yaitu Candi Prambanan.

 

Adakah Jeratan Pidana Bagi Kontraktor Pemakai Material Ilegal

Undang – Undang (UU) nomor 3 tahun 2020 diatur, bahwa yang dipidana adalah setiap orang yang menampung/pembeli, pengangkutan, pengolahan dan dan lainnya.  Jadi, bagi yang melanggar, maka pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

Dengan demikian, jika ada kontraktor yang mengambil material dari tambang ilegal sama halnya dengan mengambil barang curian atau bisa disebut penadah dan juga bisa merugikan negara.

UU nomor 28 tahun 2009 dan UU nomor 3 tahun 2020, sebagaimana material-material yang digunakan sebagai pembangunan infrastruktur ilegal tanpa izin sebab, jika demikian penanganan PSN (Proyek Strategis Nasional) yang menjadi prioritas Presiden RI Jokowi tersebut akan mendapat citra miring dan cepat atau lambat akan menimbulkan gejolak di masyarakat yang terkena dampak kerusakan lingkungannya.

Baca juga artikel terkait, https://waktoe.id/tambang-tanah-urug-liar-muncul-lagi-hukum-berpihak-kemana/atau tulisan menarik lainnya dari Abdulah Ihsan Irza

Artikel Terkait
album-art
Menyilau Hari Jadi Klaten
ADVERTISING